Agar lebih nyambung, ada baiknya membaca part keduanya terlebih dahulu. Silahkan klik disini.
Hari berlalu melesat bagai peluru. Sebulan, dua bulan, tiga bulan, dan semua berlalu dengan sangat cepat. Hubungan aku dan Cindy kembali seperti saat kami berusia lima. Awalnya, sangat sulit mengajak dia pergi. Namun dengan usaha yang tidak kenal menyerah akhirnya aku berhasil membawanya keluar. Mengajaknya bersenang-senang, berharap dia bisa melupakan sedikit saja kejadian itu. Kejadian yang membuat luka yang sangat dalam di hatinya.
Hari berlalu melesat bagai peluru. Sebulan, dua bulan, tiga bulan, dan semua berlalu dengan sangat cepat. Hubungan aku dan Cindy kembali seperti saat kami berusia lima. Awalnya, sangat sulit mengajak dia pergi. Namun dengan usaha yang tidak kenal menyerah akhirnya aku berhasil membawanya keluar. Mengajaknya bersenang-senang, berharap dia bisa melupakan sedikit saja kejadian itu. Kejadian yang membuat luka yang sangat dalam di hatinya.
Bulan keenam setelah kepergian lelaki itu, Cindy akhirnya bisa tertawa kembali .Raut wajahnya yang menjadi kusut karena kesedihan itu akhirnya kembali terlihat bersinar. Lihat? Bahkan sinar bulan yang biasa menerangi gelapnya malam tidak lebih terang dari matanya yang seolah memancarkan cahaya.
Genap setahun setelah kejadian itu, Cindy sudah kembali normal seperti sedia kala. Tak ada lagi sisa-sisa kesedihan itu. Semua seolah terbilas oleh ombak besar di laut saat kami pergi ke pantai untuk berselancar.
Hari-hari indah itu akhirnya kembali .Senyum manisnya, tatapan matanya yang hangat, sikap manjanya yang membuat (mungkin) semua orang gemas, dan segala hal yang ada pada dirinya mampu membuat semua laki-laki, terutama aku, jatuh cinta. Cinta? Entahlah, aku belum mengerti apa itu cinta.