Minggu, 29 Juli 2012

Unrequited Love #1

     Hari berjalan seperti biasa. Aku dengan sepedaku melaju dengan kecepatan penuh agar tidak telat masuk sekolah. Namaku Andrian. Panggil saja Rian. Aku tinggal di desa kecil. Rumahku terletak lumayan jauh dari sekolah sehingga aku harus berangkat pagi-pagi sekali dengan menggunakan sepedaku.

     Teeeeett. Bel berbunyi dan aku sampai tepat waktu.

     Aku langsung memarkir sepedaku dan kemudian masuk ke kelas. Seperti biasa, aku selalu memandangi arah pojok kelas dimana disana duduk seorang gadis cantik nan manis yang sudah lama aku suka.

"Hai Len", sapaku dari jauh.
"Hai", dia membalas.

     Aku tersenyum kecil di depannya dengan harapan dia akan membalas senyumanku.Aku menunggu dia balik tersenyum namun dia sudah membuang muka.Huh.



     Aku sudah lama menyukai gadis ini. Sudah dari SMP aku menyukainya hingga kini aku duduk di kelas 3 SMK. Namun sepertinya dia risih dengan kehadiranku yang setiap pagi menyapanya. Ya maklum, aku ini orang miskin dan aku tidak setampan teman-temanku yang lain.

     Aku berjalan ke tempat dudukku. Disana sahabatku sudah menunggu. Saat aku duduk dengan raut muka yang sedikit ditekuk, dia langsung bertanya kepadaku.

"Kenapa lu Yan?", tanyanya.
"Aku gapapa Mas.", jawabku.
"Terus mukamu kenapa ditekuk terus toh?", Dimas kembali bertanya.
"Aku gapapa Dimas!", jawabku sedikit meninggikan suara.
"Iya deh iya", Dimas pasrah.

Sahabatku ini bernama Dimas. Dia anak orang kaya. Dia juga ganteng. Tapi dia tak pernah menyombongkan dirinya. Dia satu-satunya temanku yang paling setia di SMK. Dia selalu menemaniku kapanpun aku butuh. Ibarat kata, kita ini soulmate.

     Teeett. Bel pulang berbunyi. Aku dan Dimas mengemas buku dan alat tulis untuk kemudian pulang.

"Dim, aku main ke rumah kamu ya! Aku bosan di rumah, ga ada kerjaan soalnya.", aku meminta.
"Oh yaudah Yan! Tenang, pintu rumahku selalu terbuka kok buat kamu!", balasnya.
"Ok", kataku.

     Sesampainya di rumah Dimas, kami lansung berbaring di kamar Dimas. Seperti biasa, dia selalu menyiapkan makan siang untukku walau aku tidak pernah meminta.

     Setelah makan siang, aku bercerita kepada Dimas bahwa aku suka sama Leni sejak SMP. Dimas terkejut dengan pengakuanku.

"Bagaimana bisa kamu menyimpan perasaanmu itu selama 6 tahun?" Dimas bertanya kaget.
"Aku ga tau Mas", aku menjawab sekenanya.
"Udah tembak aja!", Dimas berkata serius.
"Gila, mana mungkin aku mendapatkan dia ? Aku dan dia itu bagaikan langit dan bumi tau.", aku pesimis.
"Ya seengganya kamu ungkapin aja perasaan kamu itu, mau diterima apa engga itu urusan belakangan!", Dimas menyemangati.
"Iya iya bakal aku coba deh Dim, doakan aku ya!", jawabku pasrah.
"Pasti!", jawab Dimas sambil tersenyum menyemangatiku.

      Dimas memang sosok sahabat yang selalu mendukung segala keinginanku yang baik. Dia selalu memberikan aku semangat di saat aku mulai lemah. Di zaman seperti sekarang, keberadaan sahabat seperti Dimas sudah sangat jarang ditemukan, dan aku beruntung memiliki sahabat seperti Dimas.

    Gelap mulai datang. Aku pamit pulang pada Dimas dan orang tuanya. Aku bergegas karena di rumah, pasti ibuku sudah menungguku.

     Benar saja, sesampainya di rumah ibuku sudah menunggu di depan rumah sambil bertolak pinggang. Dia marah karena aku pulang terlambat dan belum meminta izin.

"Maaf bu, tadi aku main dulu ke rumah Dimas."
"Kamu ini! Main mulu kerjanya! Kamu kan harus bantu ibu cari uang buat biaya hidup kita!"
 "Maaf bu.", aku menunduk.
"Yasudah, kamu mandi terus belajar sana!", perintah ibu

     Tanpa basa-basi aku langsung bergegas masuk dan mandi.

"Bu, malam ini kita makan apa?" tanyaku setelah keluar dari kamar mandi.
"Cuma ada tempe doang Nak!", jawab ibu.
"Yah, yaudah deh bu.", aku sedikit kecewa.

     Kami berdua makan dengan seadanya.

     Oh ya, Ibu dan Ayahku sudah tidak tinggal bersama, mereka bercerai sejak aku masih duduk di kelas 3 SD. Aku yang masih kecil saat itu merasa shock. Namun Ibu selalu menasehati dan menyemangati aku agar aku terus bertahan menghadapi hidup yang berat ini dengan penuh keikhlasan.

     Selesai makan malam, aku belajar di kamar dengan lilin seadanya. Aku belajar sampai larut malam. Setelah cape belajar, aku mencoba tidur. Namun aku tidak bisa. Aku keluar rumah dan memandangi langit.

     "Gelapnya malam, terhapus oleh sinar rembulan. Dinginnya angin malam, berkurang dengan cahaya bintang. Namun sepinya hatiku tak akan hilang sebelum kamu membalas cintaku.", aku menggumam.

     Aku melamun sepanjang malam memikirkan gadis pujaanku yang mungkin sama sekali tidak pernah memikirkanku.Aku membayangkan dia menjadi milikku dan kami hidup bahagia seperti dalam FTV yang pernah ku tonton sewaktu berain di rumah Dimas.

     "Huh, mungkin ini yang namanya cinta. Walau aku tau dia tidak memikirkan aku sedikitpun, tapi aku selalu memikirkan dia.", aku kembali menggumam.

"Riaaaaaaaaaannnnn!!!!!!", teriak ibu membuyarkan lamunanku.
"Kenapa kamu belum tidur?! Ini sudah malam! Besok kamu harus sekolah Yan!", lanjut ibu.
"Iya iya bu" aku masuk kamar dan mencoba tidur.

Part Selanjutnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar