Senin, 03 November 2014

Perasaan ini namanya apa? #2

Supaya lebih nyambung, silahkan baca dulu Perasaan ini namanya apa? #1 :)

Aku semakin tak mengerti apa yang sedang aku alami. Mungkinkah aku jatuh cinta? Aku tidak tau jelas apa yang aku rasakan saat ini. Perasaan ini, mungkinkah cinta? Aku berjalan semakin cepat menuju parkiran di basement. Berlari menuruni anak tangga karena lift sudah sesak dengan orang-orang yang ingin segera ke lantai dasar. Entah kenapa aku ingin sekali cepat-cepat berbaring di kasur.

Setibanya di rumah, aku langsung merebahkan tubuh di kasur. Mencoba tidur. Melupakan apa yang baru saja aku lihat. Mencoba mengabaikan pertanyaan itu. Berharap esok akan kutemukan jawabannya. Dan enam belas menit kemudian aku tertidur lelap. Menuju dunia mimpi yang indah.

Matahari pagi mulai menyapaku, aku dengan sedikit rasa malas akhirnya memutuskan untuk bangun dari lelapku. Kembali menjalani rutinitas. Mandi, sarapan, berangkat ke toko roti untuk mengawasi pekerja, memastikan kualitasnya, dan segala pekerjaan lainnya. Sambil menikmati secangkir teh panas, aku bersantai di salah satu kursi toko, di pojok dekat kaca. Memandangi mobil yang berlalu-lalang, sepeda motor yang menerobos lampu merah, dan semacamnya.

Saat hendak menikmati sisa-sisa terakhir teh yang sudah mulai dingin, kejadian itu terjadi. Sebuah motor dengan dua penumpang tertabrak sebuah mobil yang melaju kencang dari arah berlawanan, mengakibatkan kedua pengendara itu jatuh dan terpental cukup jauh. Aku lantas berlari ke arah kerumunan itu. Melihat korban pertama, mengenaskan. Melangkah, mendekati korban kedua, aku berfikir sejenak. Korban tadi sepertinya pernah aku lihat entah dimana. Tapi aku tidak terlalu peduli. Dan ternyata benar, korban pertama tadi orang yang pernah aku temui. Ya, dia adalah laki-laki yang aku temui di toko buku kemarin bersama dia.


Dengan segala rasa cemas, aku berlari menuju korban kedua -orang yang diboncengi laki-laki tadi- berharap bukan dia yang tergeletak disana. Cemas, takut, marah, semua perasaan itu menjadi satu. Aku tidak sanggup melihat tubuhnya terkulai lemah di jalan. Aku tidak sanggup.

Tubuhku mematung. Berdiam diri beberapa menit, hingga akhirnya nada dering handphoneku berbunyi. Aku langsung melihat pesan singkat itu. “Hey, kamu sibuk gak hari ini? Temenin aku ke toko buku yuk. Pacar aku lagi anterin kakaknya nih, jadi aku gak ada yang nganterin hehe. Mau gak?” Kira-kira seperti itulah pesan singkat yang aku terima. Dengan sedikit perasaan gelisah, aku membalas sms itu dengan singkat “Maaf, ini siapa?”

Masih di tempat yang sama, aku terdiam memandangi korban kedua yang terkulai lemah. Beberapa kali nada dering handponeku berbunyi. Pasti balasan sms tadi. Aku tidak punya waktu untuk mengurusi “nomor tak dikenal itu” karena di depanku tergeletak tubuh wanita yang aku cinta. Cinta? Aku sendiri juga tidak tau jelas apakah perasaan ini namanya cinta.

Nada dering kembali berbunyi, kali ini telepon. Nomor itu, nomor tak dikenal itu. Dengan rasa sedikit kesal aku mengangkatnya. “Bisakah kamu telepon disaat lain? Saat ini aku sedang tidak ingin diganggu!” aku langsung to the point. “Maaf, aku tidak tau” suara wanita diseberang terdengar lemah, merasa bersalah. Tapi tunggu, suara itu? Itu suara Cindy. Wanita yang aku cinta. Cinta? Aku sendiri tidak tau apa itu cinta.

“Cindy?”
“Iya, maaf aku sudah mengganggumu. Aku tidak tau kalau kamu sedang tidak ingin diganggu”
“Astaga Cindy, aku pikir, aku pikir, kamu sedang bersama lelakimu. Sekarang dia sedang ada di depan toko rotiku. Dia tertabrak mobil dan sekarang kondisinya mengenaskan. Aku kira wanita yang dibonceng dan tergeletak di depanku adalah kamu Cin.”
“Be-nar-kah?” suara di seberang telpon mulai terisak, tak percaya akan apa yang didengarnya.
“Iya, sebentar lagi dia akan dibawa ke RS. Jakarta Sehat, kita bertemu disana. Aku tunggu kamu di resepsionis” aku menutup telepon dan bergegas ke Rumah Sakit mengantar laki-laki itu.

Setengah jam berlalu cepat, Cindy sudah ada di depanku, aku menceritakan kejadian itu sedetail mungkin. Betapa aku sangat takut jika itu adalah dia. Betapa aku tak kuasa menatap korban kedua. Tapi Cindy tak acuh. Dia ingin segera bertemu dengan laki-laki itu. Segera. Demi melihat matanya yang sembab aku berhenti bicara dan mengantarkan Cindy ke ruangan dimana laki-laki itu, lelakinya dirawat.

Hari itu, Cindy menangis. Sepanjang malam. Air matanya habis, menyisakan suaranya yang parau. Ya Tuhan, tolong tabahkan hati Cindy, aku tak bisa melihatnya terus seperti ini. Aku tidak kuat menyaksikan pemandangan ini. Cindy menangis begitu sedih, terakhir kali aku ingat dia menangis karena bonekanya hilang, tapi kali ini? Lelakinya hilang. Sore tadi, dokter yang memeriksa keadaan laki-laki itu memberitahu bahwa tak ada kesempatan untuk menyelamatkan laki-laki itu. Dan mulailah tangisan itu. Pecahlah sudah “segentong ember” itu.

Aku terdiam, tidak tau apa yang harus aku lakukan. Menghibur? Membiarkan tangis itu? Atau memeluknya? Isak tangisnya semakin keras terdengar. Aku tak punya pilihan. Aku harus membawanya pulang. Menenangkannya walau tak semudah saat dia kehilangan bonekanya. Dengan paksa, aku berhasil membawanya pulang. Sempat terjadi pertengkaran karena dia ingin tetap disana, menemani jasad lelakinya. Tapi dengan segala bujuk rayu itu, aku akhirnya memenangkan pertengkaran itu.

“Cin” aku berusaha mencairkan suasana
Yang dipanggil hanya menoleh.
“Mungkin aku tidak tau bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang begitu aku cintai, tapi hidup tidak akan berakhir hanya dengan kepergiannya Cin
“Aku tau aku hanya seorang yang tak mengerti kepergian cinta. Bahkan aku tidak tau apa itu arti kata cinta.
“Tapi Cin, aku mohon, jangan biarkan kesedihan menyelimutimu. Akan ada banyak kebahagiaan lain di tempat lain, di hati lain. Percayalah kamu akan mendapatkan lagi orang sehebat lelakimu itu. Bahkan yang jauh lebih hebat.” Aku menutup kalimatku.
Entah darimana kalimat itu datang, muncul begitu saja dalam pikiranku, dan teralurkan dengan jelas lewat suara beratku.
“Mungkin kamu benar, tapi aku butuh waktu untuk menyembuhkan luka kehilangan ini. Aku harap bisa sembuh secepatnya.” Wajah itu masih sendu, tapi tetap berusaha mengeluarkan senyumnya.
“Ya, semoga.” Aku membalasnya dengan senyuman.


Malam ini bulan sempurna bulat, indah. Dengan berjuta formasi bintang yang membuatnya semakin indah. Hari ini aku belajar satu hal. Cinta bisa membuat luka yang sangat dalam walau memberikan bahagia yang juga sempurna. Lalu, apakah perasaan ini namanya cinta? Aku tidak tau. Lebih tepatnya, aku belum mengerti apa itu cinta. Dan aku tertidur dengan pertanyaan yang masih sangat mengganggu itu. Perasaan ini namanya apa?

Penasaran sama kelanjutannya? Semoga akhir bulan sudah bisa ada lanjutannya ya :D

1 komentar: