Aku beranjak dari tempatku berbaring sejak semalam tadi, membiarkan sinar matahari menerpa tubuh mungilku. Melihat-lihat pemandangan sekitar, menghela nafas, membalikkan badan, dan akhirnya kembali ke kasur. Merebahkan tubuhku yang sedari kemarin sangat lemas. Entah kenapa sejak kejadian kemarin lusa, aku merasa semangatku hilang terbawa hembusan angin.
Malam itu, aku sedang mengemudi sepeda motorku, memacunya dengan kecepatan sedang. Malam itu bintang dan bulan terlihat sedang akur duduk berdampingan. Begitu indah. Aku memandangi penuh pesona, berharap dia -orang yang selama ini selalu disampingku- bersamaku malam ini. Menikmati keindahan malam, berceloteh riang di atas motor, bernyayi memecahkan kesunyian malam, dan hal-hal lain yang buat kebanyakan orang terlihat aneh. Namun sayangnya, dia baru saja pergi meninggalkan aku untuk melanjutkan kuliahnya di luar negeri. Aku mengantarnya sampai bandara hendak mengucapkan salam perpisahan. Berharap dia lekas kembali.
Sehari sebelum dia berangkat, kami sempat pergi bersama, menghabiskan satu hari penuh sebelum dia hilang entah berapa lama. Aku dan dia memang hanya sahabat sajak kecil. Bahkan, kami terus bersama hingga SMK. Lambat laun, hati ini seperti biji kecambah yang disiram air setiap hari. Semakin hari semakin tumbuh membesar. Entahlah perasaan apa itu. Yang jelas, aku tidak ingin jauh-jauh darinya. Tidak suka jika dia bersama laki-laki lain. Cinta? Ah aku tak tau apakah ini cinta atau perasaan yang timbul karena terbiasa bersama.
Perasaan ini namanya apa? Aku terus bertanya pada diri ini, berharap kelak akan menemukan jawaban yang hingga saat ini, aku tidak pernah tau.
Kini dia telah pergi, melanjutkan kuliahnya diluar negeri, dan aku, melanjutkan usah ayahku sebagai penjual roti. Karena aku satu-satunya keturunan dari keluarga ini, aku sangat diharapkan bisa mengembalikan masa kejayaan usaha roti ini yang beberapa tahun belakangan menurun. Namun disaat aku harus memulai semuanya, dia -orang yang selalu memberiku semangat- pergi dan tidak tau kapan akan kembali.
Sempat beberapa kali aku menghubungi nomor handphone-nya, tapi nomor itu tak bisa dihubungi lagi. Apa yang terjadi? Aku berusaha tetap berfikir positif. Mungkin saja handphone miliknya hilang, atau dia ganti operator. Entahlah.
Sehari, dua hari, dan beberapa hari berikutnya aku belum terbiasa dengan keadaan ini. Berharap ada dia berdiri disampingku. Tapi aku tidak bisa terus seperti ini, ayahku berharap banyak padaku, dan aku tak ingin mengecewakan beliau. Dan aku memutuskan untuk melupakan pertanyaan yang selama ini menghantuiku. "Perasaan ini apa namanya?"
Beberapa tahun berlalu, aku sudah sukses sekarang. Bahkan usaha rotiku kini sudah bercabang-cabang seperti akar pohon. Kini tugasku hanya memeriksa, bertemu klien, tanda tangan, selebihnya? Duduk di rumah menghabiskan teh hangat di sore hari. Menerka-nerka kapan dia akan kembali.
5 tahun berlalu begitu saja, dan kini, aku sedang bersantai di sebuah cafe di tengah kota. Sendirian, bertanya-tanya pertanyaan yang sempat terabaikan beberapa tahun lalu. "Perasaan ini namanya apa?". Dan saat imajinasiku asik menari-nari, seseorang memanggil namaku. Aku menoleh, kuperhatikan lamat-lamat, mencoba mencari tahu suara siapa itu dan begitu dia mendekat, aku merekahkan senyum di bibirku. Dia kembali. Dengan senyuman itu, senyuman yang tak pernah berubah. Dengan mata teduhnya yang indah. Dengan rambut hitam lurusnya yang tetap sama. Dia yang meninggalkanku untuk melanjutkan pendidikannya.
Kami berbicara banyak hal begitu dia sampai, membicarakan banyak hal dari yang penting sampai tidak penting. Semua hal dibahas sedemikian rupa seolah sangat menarik untuk dibahas. Aku seolah terjebak di mesin waktu, dan tanpa sadar, pagi mulai datang. Dia memutuskan untuk pulang, karena dia bawa kendaraan sendiri, aku hanya mengantarnya sampai tampat dia memarkirkan kendaraannya. Saat dia hendak hilang masuk ke dalam mobil, aku tersenyum, berharap kita kembali bersama seperti dulu.
Hari itu, aku sedang mencari sebuah buku, mondar-mandir di toko buku hingga akhirnya menemukan buku yang aku cari. Saat hendak membayar ke kasir, aku melihat dia berdiri sendirian sedang melihat-lihat buku. Aku langsung mendekatinya, berbasa-basi dan akhirnya seseorang yang tak aku kenali datang. Laki-laki itu memeluk dia di depanku. Terlihat amat mesra. Aku terdiam. Dalam hati aku berontak, marah, kesal, dan semua perasaan itu bercampur jadi satu. Aku kenapa? Kenapa sakit sekali melihat dia bersama laki-laki lain? Apa aku memang benar-benar jatuh cinta? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul menghantui pikiranku. Dan tiba-tiba dia mengenali laki-laki itu kepadaku. Ternyata laki-laki itu adalah kekasihnya, aku semakin kacau. Salah tingkah dan akhirnya memutuskan untuk menghindar. Aku tidak tau kenapa seperti ini. Perasaan ini namanya apa?
Penasaran sama kisah selanjutnya? Silahkan ke Perasaan ini namanya apa? #2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar