Jumat, 02 November 2012

Unrequited Love #4


     Ya, semakin lama aku makin merasa tak pantas untuk Leni. Mengapa? Karna aku terlalu “kecil” untuk dia yang “besar”. Aku dan Leni bagaikan langit dan bumi. Aku semakin jatuh dalam keterpurukan hingga akhirnya nilai-nilaiku di sekolah menurun. Aku terlalu sibuk menyendiri untuk sekedar diam dan meratapi nasib.
  
     Tak terpikirkan olehku akan jadi separah ini dari akibat aku jatuh cinta pada Leni. Seandainya aku boleh memilih, aku lebih memilih tidak jatuh cinta dibandingkan harus sakit seperti ini.Namun semua sudah terjadi. Apa yang aku pilih akhirnya harus ku lalui dan aku harus menempuh segala resiko yang harus aku terima seperti sakit hati dan semacamnya.

     Aku yang biasanya selalu menyapa Leni jadi tidak berani menyapa. Aku menjadi canggung. Tapi ini harus ku lakukan agar aku tidak jatuh terlalu sakit olehnya. Namun aku salah, ternyata dengan aku menjauh, aku tak mampu menghilangkan bayang-bayang wajahnya dari pikiranku.
Bahkan ketika di sekolah, aku hanya diam saja seperti orang mati. Mungkin saat ini jasadku masih hidup, tapi jiwaku telah mati karna cinta.

     Ibu, Dimas, dan Lina tampak cemas melihat keadaanku. Namun aku berusaha tetap kuat dihadapan mereka. Bahkan aku mencoba tetap tersenyum walau jauh di dalam hatiku, aku sedang menangis. Tapi aku tak mau mereka melihatku seperti orang yang lemah. Aku tak mau mereka terlalu memikirkanku sehingga mereka melupakan kegiatannya.


     Suatu hari, Leni mengirimkan sebuah SMS padaku. Dia terlihat senang bila aku lihat dari sms yang dia kirimkan. Aku ikut senang ketika dia senang. Namun saat ku tanya mengapa dia begitu senang, aku akhirya diam dan tak terasa air mataku tumpah. Ternyata dia telah berpacaran dengan Niko, teman yang Leni kenal saat PKL. Aku memberinya  selamat dan mendoakan yang terbaik baginya. Ya, karna aku terlalu mencintainya, alhasil aku mengetik sms itu dengan susah payah dan bercucuran air mata.

     Aku sangat sedih malam ini. Aku tak kuasa menahan segala rasa sakit hati ini. Terlalu sakit hingga aku tak mampu mengatakannya.

     Sakitnya hati ini membuatku tak nafsu makan, bahkan aku tak bernafsu untuk melakukan apapun. Alhasil 
aku diam saja di rumah. Kebetulan besok adalah hari Sabtu dimana aku tidak sekolah. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan jika bertatap muka dengan Leni.

     Sabtu berlalu menjadi Minggu, sudah 2 hari aku tidak makan. Dan hari ini tibuhku benar-benar lemas. Aku seperti tidak memiliki tanaga. Ibu yang melihatku terkulai lemas langsung memberondongiku dengan banyak pertanyaan. Karna aku tidak tega berbohong pada ibu, akhirnya aku menceritakan apa yang terjadi padaku.

     Setelah aku selesai bercerita pada ibu, ibu langsung menangis. Ternyata aku punya penyakit lambung. Aku tidak boleh telat makan apalagi tidak makan. Alhasil aku harus dilarikan ke puskesmas untuk di cek. Ternyata penyakitku ini sudah masuk dalam tingkat kronis. Aku harus dilarikan ke rumah sakit.

     Karna ibu tidak memiliki uang yang cukup, alhasil aku hanya di rawat di rumah. Minum obat pun seadanya.

     Karna aku masih sakit, akupun tidak diizinkan untuk masuk sekolah oleh ibu. Dan akupun hanya terdiam di rumah. Aku yang merasa tidak kuat dan mulai merasa akan menemui ajal mengirimkan pesan singkat kepada Dimas.

‘Dim, aku sakit nih. Dan sepertinya hidupku tidak lama lagi. Aku harap kamu mau menyampaikan rasa cintaku yang teramat besar untuk Leni. Dan aku akan terus mendoakannya agar selalu bahagia bersama orang yang dia cinta. Dan buat kamu, aku berterimaskasih banyak atas “warna” yang kamu berikan untukku. Terimakasih sahabatku

     Setelah mengirimkan pesan singkat tadi, aku langsung menonaktifkan handphoneku. Aku semakin tidak kuat dengan rasa sakit yang ditimbulkan oleh lambungku. Taukah kamu betapa sakitnya? Rasa sakit hati bercampur sakit raga membuatku ingin mati. Aku putus asa. Penglihatanku mulai kabur, badanku mati rasa. Aku akan mati beberapa saat lagi. Karna benar-benar tidak kuat, aku memanggil ibu untuk berterimakasih atas jasa-jasanya selama ini. Dari mengurusiku dan mengajarkanku nilai-nilai kehidupan. Tak lupa, aku juga meminta maaf karna tidak mampu menemaninya lagi.

‘Ibu, terimakasih karna ibu telah mau mengurusku dari kecil hingga sekarang, maaf jika aku tidak mampu menjadi seperti apa yang ibu inginkan, tapi aku terus berusaha untuk itu. Maaf juga bu karna aku tidak bias menemani ibu lebih lama lagi, aku tak kuat melawan rasa sakit ini bu, selamat tinggal’

    Akhirnya aku meninggal di pangkuan ibuku. Saat jam sekolah usai, teman-teman dari sekolahku datang ke rumah. Mereka tidak menyangka aku akan pergi secepat ini.

     Dimas yang kuberi mandat untuk menyampaikan rasa cintaku pada Leni mengatakan semuanya. Dimas bercerita banyak tentang perasaanku terhadapnya. Sambil menangis Dimas terus bercerita sampai akhirnya Leni manangis terharu.

     Keesokan akhirnya aku dikuburkan. Teman-temanku yang melayat mengirimkan doa yang terbaik untukku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar