Ya, semakin lama aku makin merasa tak pantas untuk Leni.
Mengapa? Karna aku terlalu “kecil” untuk dia yang “besar”. Aku dan Leni
bagaikan langit dan bumi. Aku semakin jatuh dalam keterpurukan hingga akhirnya
nilai-nilaiku di sekolah menurun. Aku terlalu sibuk menyendiri untuk sekedar
diam dan meratapi nasib.
Tak terpikirkan
olehku akan jadi separah ini dari akibat aku jatuh cinta pada Leni. Seandainya aku
boleh memilih, aku lebih memilih tidak jatuh cinta dibandingkan harus sakit
seperti ini.Namun semua sudah terjadi. Apa yang aku pilih akhirnya harus ku
lalui dan aku harus menempuh segala resiko yang harus aku terima seperti sakit
hati dan semacamnya.
Aku yang biasanya selalu menyapa Leni jadi tidak berani
menyapa. Aku menjadi canggung. Tapi ini harus ku lakukan agar aku tidak jatuh
terlalu sakit olehnya. Namun aku salah, ternyata dengan aku menjauh, aku tak
mampu menghilangkan bayang-bayang wajahnya dari pikiranku.
Bahkan ketika di sekolah, aku hanya diam saja seperti orang
mati. Mungkin saat ini jasadku masih hidup, tapi jiwaku telah mati karna cinta.
Ibu, Dimas, dan Lina tampak cemas melihat keadaanku. Namun
aku berusaha tetap kuat dihadapan mereka. Bahkan aku mencoba tetap tersenyum
walau jauh di dalam hatiku, aku sedang menangis. Tapi aku tak mau mereka
melihatku seperti orang yang lemah. Aku tak mau mereka terlalu memikirkanku
sehingga mereka melupakan kegiatannya.
Suatu hari, Leni mengirimkan sebuah SMS padaku. Dia terlihat
senang bila aku lihat dari sms yang dia kirimkan. Aku ikut senang ketika dia
senang. Namun saat ku tanya mengapa dia begitu senang, aku akhirya diam dan tak
terasa air mataku tumpah. Ternyata dia telah berpacaran dengan Niko, teman yang
Leni kenal saat PKL. Aku memberinya selamat dan mendoakan yang terbaik baginya. Ya,
karna aku terlalu mencintainya, alhasil aku mengetik sms itu dengan susah payah
dan bercucuran air mata.
Aku sangat sedih malam ini. Aku tak kuasa menahan segala
rasa sakit hati ini. Terlalu sakit hingga aku tak mampu mengatakannya.
Sakitnya hati ini membuatku tak nafsu makan, bahkan aku tak
bernafsu untuk melakukan apapun. Alhasil
aku diam saja di rumah. Kebetulan
besok adalah hari Sabtu dimana aku tidak sekolah. Aku tak tau apa yang harus
aku lakukan jika bertatap muka dengan Leni.
Sabtu berlalu menjadi Minggu, sudah 2 hari aku tidak makan. Dan
hari ini tibuhku benar-benar lemas. Aku seperti tidak memiliki tanaga. Ibu yang
melihatku terkulai lemas langsung memberondongiku dengan banyak pertanyaan. Karna
aku tidak tega berbohong pada ibu, akhirnya aku menceritakan apa yang terjadi
padaku.
Setelah aku selesai bercerita pada ibu, ibu langsung
menangis. Ternyata aku punya penyakit lambung. Aku tidak boleh telat makan
apalagi tidak makan. Alhasil aku harus dilarikan ke puskesmas untuk di cek. Ternyata
penyakitku ini sudah masuk dalam tingkat kronis. Aku harus dilarikan ke rumah
sakit.
Karna ibu tidak memiliki uang yang cukup, alhasil aku hanya
di rawat di rumah. Minum obat pun seadanya.
Karna aku masih sakit, akupun tidak diizinkan untuk masuk
sekolah oleh ibu. Dan akupun hanya terdiam di rumah. Aku yang merasa tidak kuat
dan mulai merasa akan menemui ajal mengirimkan pesan singkat kepada Dimas.
‘Dim, aku sakit nih. Dan sepertinya hidupku tidak lama lagi.
Aku harap kamu mau menyampaikan rasa cintaku yang teramat besar untuk Leni. Dan
aku akan terus mendoakannya agar selalu bahagia bersama orang yang dia cinta. Dan
buat kamu, aku berterimaskasih banyak atas “warna” yang kamu berikan untukku. Terimakasih
sahabatku”
Setelah mengirimkan pesan singkat tadi, aku langsung
menonaktifkan handphoneku. Aku semakin tidak kuat dengan rasa sakit yang
ditimbulkan oleh lambungku. Taukah kamu betapa sakitnya? Rasa sakit hati
bercampur sakit raga membuatku ingin mati. Aku putus asa. Penglihatanku mulai
kabur, badanku mati rasa. Aku akan mati beberapa saat lagi. Karna benar-benar
tidak kuat, aku memanggil ibu untuk berterimakasih atas jasa-jasanya selama
ini. Dari mengurusiku dan mengajarkanku nilai-nilai kehidupan. Tak lupa, aku
juga meminta maaf karna tidak mampu menemaninya lagi.
‘Ibu, terimakasih karna ibu telah mau mengurusku dari kecil
hingga sekarang, maaf jika aku tidak mampu menjadi seperti apa yang ibu
inginkan, tapi aku terus berusaha untuk itu. Maaf juga bu karna aku tidak bias menemani
ibu lebih lama lagi, aku tak kuat melawan rasa sakit ini bu, selamat tinggal’
Akhirnya aku meninggal di pangkuan ibuku. Saat jam sekolah
usai, teman-teman dari sekolahku datang ke rumah. Mereka tidak menyangka aku
akan pergi secepat ini.
Dimas yang kuberi mandat untuk menyampaikan rasa cintaku
pada Leni mengatakan semuanya. Dimas bercerita banyak tentang perasaanku
terhadapnya. Sambil menangis Dimas terus bercerita sampai akhirnya Leni
manangis terharu.
Keesokan akhirnya aku dikuburkan. Teman-temanku yang melayat
mengirimkan doa yang terbaik untukku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar