Ya, semakin lama aku makin merasa tak pantas untuk Leni.
Mengapa? Karna aku terlalu “kecil” untuk dia yang “besar”. Aku dan Leni
bagaikan langit dan bumi. Aku semakin jatuh dalam keterpurukan hingga akhirnya
nilai-nilaiku di sekolah menurun. Aku terlalu sibuk menyendiri untuk sekedar
diam dan meratapi nasib.
Tak terpikirkan
olehku akan jadi separah ini dari akibat aku jatuh cinta pada Leni. Seandainya aku
boleh memilih, aku lebih memilih tidak jatuh cinta dibandingkan harus sakit
seperti ini.Namun semua sudah terjadi. Apa yang aku pilih akhirnya harus ku
lalui dan aku harus menempuh segala resiko yang harus aku terima seperti sakit
hati dan semacamnya.
Aku yang biasanya selalu menyapa Leni jadi tidak berani
menyapa. Aku menjadi canggung. Tapi ini harus ku lakukan agar aku tidak jatuh
terlalu sakit olehnya. Namun aku salah, ternyata dengan aku menjauh, aku tak
mampu menghilangkan bayang-bayang wajahnya dari pikiranku.
Bahkan ketika di sekolah, aku hanya diam saja seperti orang
mati. Mungkin saat ini jasadku masih hidup, tapi jiwaku telah mati karna cinta.
Ibu, Dimas, dan Lina tampak cemas melihat keadaanku. Namun
aku berusaha tetap kuat dihadapan mereka. Bahkan aku mencoba tetap tersenyum
walau jauh di dalam hatiku, aku sedang menangis. Tapi aku tak mau mereka
melihatku seperti orang yang lemah. Aku tak mau mereka terlalu memikirkanku
sehingga mereka melupakan kegiatannya.